Malam itu sekitar pukul 22:30 pada 7 september 2025, bulan, yang selama berbulan-bulan lamanya telah ditakdirkan untuk diterpa sinar matahari secara langsung dan dengan rela hati memberikan cahaya manisnya bagi bumi akhirnya harus jujur dengan lelahnya setelah takdirnya, yaitu orbit bulan dan bumi, memberikan sedikit ruang baginya untuk "berteduh" dibawah bayang-bayang bumi, yang walaupun tidak lama, namun cukup untuk memperbaiki "mood"-nya saat itu. Ya, itulah yang bisa diamati setidaknya dari sudut pandang penulis.
Secara peristiwa, bumi setiap harinya mengabdi -mengorbit- matahari selama satu tahun lamanya dan dengan muatan penuh -termasuk kita- yang ada di dalamnya, dan dalam perjalan panjangnya bumi tidak sendirian, Tuhan menciptakan juga pendamping bagi bumi yang sampai saat ini satu-satunya pendamping yang diketahui adalah bulan. Sebagai partner, ia ditakdirkan untuk menemani bumi sepanjang perjalannya sekaligus melindungi muatan yang ada di bumi -termasuk kita dan mahluk hidup lainnya- agar senantiasa terlindungi dari hantaman benda-benda angkasa yang bahkan mungkin mereka tidak mengenalinya.
Selain menemani dan melindungi, sebagaimana pasangan pada umumnya - entah sudah terlanjur nyaman atau bagaimana -, bulan juga sesekali memberikan pesona dan senyumannya yang indah kepada bumi setidaknya tiap 15 hari sekali, yaitu senyumannya yang manis di kala sabit dan parasnya yang mempesona di kala purnama. dan itu dilakukannya secara konsisten sehingga perjalanan mereka terasa penuh makna dan saling melengkapi, baik secara konotatif maupun denotatif.
Namun, dalam perjalanan dengan jalur yang tidak sepenuhnya sempurna, sebut saja kemiringan orbit mereka yang tidak benar-benar sejajar satu sama lain termasuk dengan matahari, membuat perjalanan mereka sesekali diwarnai oleh sebuah peristiwa yang membuat bulan merasa perlu untuk sekedar berteduh di belakang bumi dengan tidak terkena sinar matahari langsung maupun memancarkan cahayanya ke bumi, peristiwa ini disebut gerhana bulan, dimana Matahari - Bumi - Bulan berada dalam posisi yang sejajar dan bumi menghalangi sinar matahari untuk langsung menerpa bulan.
Ketika gerahana bulan terjadi, otomatis cahaya matahari yang seharusnya bisa sampai ke bulan untuk menciptakan pesona purnamanya terpaksa harus terhalang oleh bumi. ya, bukan berarti bumi tidak mau bulan menampakkan pesonanya, namun bumi tau bahwa bulan juga perlu istirahat dan menikmati kesendiriannya meskipun tidak lama, tepatnya hanya sekitar 1.5 jam saja, itupun hanya enam bulan sekali dan belum tentu kita di bumi bagian indonesia bisa melihatnya.
Dan ketika bulan di fase gerhana totalnya, mungkin di waktu "Me-Time"nya, ternyata masih tetep indah nan cantik dipandang. pada puncak gerhana yang terjadi pukul 01:11 WIB kemarin, bulan yang saat itu berada dalam "dekapan" lebih tepatnya bayangan bumi justru menampakkan keindahan yang langka, dengan warna merah kegelapan yang bagi sebagian orang terasa menyeramkan, namun sebenarnya sangat indah bila lebih lama dipandang.
Barulah sekitar pukul 04:00 WIB, secara perlahan-lahan ia kembali muncul dan lepas dari dekapan bayangan bumi -mungkin tempat ternyamannya saat itu- dan kembali menemani bumi di setiap detik-detik perjalannya dan akan berulang sampai akhir hanyatnya nanti.
Komentar
Komentar Pembaca (0)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!